Tujuan
Pembuatan Makalah ini Semata-mata Untuk Menyelesaikan Tugas Mata Kuliah Belajar
dan Pembelajaran
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Saat ini terdapat beragam inovasi baru di dalam dunia pendidikan terutama
pada proses pembelajaran. Salah satu inovasi tersebut adalah konstruktivisme.
Pemilihan pendekatan ini lebih dikarenakan agar pembelajaran membuat siswa
antusias terhadap persoalan yang ada sehingga mereka mau mencoba memecahkan
persoalannya
Seorang guru perlu memperhatikan konsep awal siswa sebelum pembelajaran.
Jika tidak demikian, maka seorang pendidik tidak akan berhasil menanamkan
konsep yang benar, bahkan dapat memunculkan sumber kesulitan belajar
selanjutnya. Mengajar bukan hanya untuk meneruskan gagasan-gagasan pendidik
pada siswa, melainkan sebagai proses mengubah konsepsi-konsepsi siswa yang
sudah ada dan di mana mungkin konsepsi itu salah.
Maka dari permasalahan tersebut, pemakalah tertarik melakukan penelitian
konsep untuk mengetahui bagaimana sebenarnya hakikat teori belajar
konstruktivisme ini bisa mengembangkan keaktifan siswa dalam mengkonstruk
pengetahuannya sendiri, sehingga dengan pengetahuan yang dimilikinya peserta
didik bisa lebih memaknai pembelajaran karena dihubungkan dengan konsepsi awal
yang dimiliki siswa dan pengalaman yang siswa peroleh dari lingkungan
kehidupannya sehari-hari.
B. Tujuan Penuliasan
1.
Untuk
mengetahui definisi
Teori Belajar Konstruktivisme dari berbagai tokoh.
2.
Untuk
mengetahui konsep Teori Belajar Konstruktivisme
3. Memahami bagaimana mekanisme Teori Belajar Konstruktivisme dalam aplikasi pembelajaran.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Teori Jean Piaget
Teori belajar konstruktivistik yang dikembangkan oleh Piaget dikenal
dengan nama konstruktivistik kognitif (personal constructivism). Jean Piaget mendefinisikan
Teori Konstruktivisme sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu
tindakan menciptakan sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Teorinya berisi
konsep-konsep utama di bidang psikologi perkembangan dan berkenaan dengan
pertumbuhan intelegensi, yang untuk Piaget, berarti kemampuan untuk secara
lebih akurat merepresentasikan dunia, dan dan mengerjakan operasi-operasi logis
dari representasi-representasi konsep realitas dunia.
Lebih jauh Piaget mengemukakan
bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh seseorang, melainkan
melalui tindakan. Dari pandangan Piaget tentang tahap perkembangan kognitif
anak dapat dipahami bahwa pada tahap tertentu cara maupun kemampuan anak
mengkonstruksi ilmu berbeda-beda berdasarkan kematangan intelektual anak. Pada
teori ini konsekuensinya dalah siswa harus memiliki ketrampilan unutk
menyesuaikan diri atau adaptasi secara tepat.
ada empat konsep
dasar yang diperkenalkan oleh Piaget, yaitu:
1. Schemata
adalah kumpulan konsep atau kategori
yang digunakan individu ketika beradaptasi dengan lingkungan baru,
konsep ini sendiri terbentuk dalam struktur pekiran (Intellectual Scheme)
sehingga dengan intelektualnya itu manusia dapat menata lingkungan barunya.
jadi shemata adalah suatu struktur kognitif yang slalu berkembang dan berubah,
karena proses asimiliasi dan proses akomodasi aktif serta dinamis.
2. Asimilasi
adalah proses penyesuian informasi yang akan diterima sehingga menjadi sesuatu
yang dikenal oleh siswa, proses penyesuian yang dilakukan dalam asimilasi
adalah mengolah informasi yanga kan
diterima, sehingga memilki kesamaan dengan apa yang sudah ada dalam skema.
3. Akomodasi
adalah penempatan informasi yang sudah di ubah dalam schemata ynag sudah ada,
untuk penempatan tersebut scema perlu menyesuiakan diri.
4. Equilibrium (keseimbangan) adalah sebuah proses adaptasi oleh individu
terhadap lingkungan individu, agar berusaha untuk mencapai struktural mental
atau svhemata yang stabil atau seimbang antara asimilasi dan akomodasi.
B.
Teori Vigosky
Teori belajar Vygotsky menekankan pada sosiokultural dan pembelajaran.
Siswa dalam mengkonstruksi pengetahuannya dipengaruhi oleh lingkungan sosial
disekitarnya. Pengetahuan, sikap, pemikiran, tata nilai yang dimilki siswa akan
berkembang melalui proses interaksi. konsep penting dalam teori Vygosky yaitu
Zone Of Proximal Development (ZPD) dan Scaffolding. Zone Of Proximal
Development adalah jarak antara perkembangan sesungguhnya dengan tingkat
perkembangan potensial dimana siswa mampu mengkonstruksikan pengetahuan dibawah
bimbingan orang dewasa. Sedangkan Scaffolding merupakan pemberian kepada
peserta didik selama tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian mengurangi bantuan
dan mmemberikan kesempatan untuk mengambil alih tanggung jawb yang makin besar
setelah dapat melakukannya sendiri.
Kostrukstivisme sosial Vygosky meyakini bahwa interaksi sosial, unsur
budaya, dan aktivitas yang membentuk pengembangan dan pembelajaran individu.
Vygosky menekankan bahwa semua mental tingkat tinggi seperti berpikir dan
pemecahan masalah dimediasi dengan alat-alat psikologis seperti bahasa, lambang
dan simbol. Vigosky dalam penelitiannya membedakan dua macam konsep yaitu
konsep spontan dan konsep ilmiah. Konsep spontan diperoleh dari pengetahuan
sehari-hari, sedangkan konsep ilmiah diperoleh dari pengetahuan dan
pembelajaran yang diperoleh dari sekolah. konsep ini saling berhungan antara
satu dengan yang lain.
Menurut teori Vygosky untuk dapat
menjelaskan bagaimana pengetahuan dibentuk, maka dirangkum dalam dua penjelasan
yang bertahap. Pertama, realitas dan kebenaran dari dunia luar mengarahkan dan
menentukan pengetahuan. Kedua, faktor
eksternal dan internal mengarahkan pembentukan pengetahuan yang tumbuh melalui
interaksi faktor-faktor esternal (kognitif) dan internal (lingkungan dan
sosial).
Dalam teori Vygosky dalam belajar berarti terjadi proses perkembangan internal
untuk membentuk pengetahuan barunya denngan bantuan orang lain yang kompeten ,
dan hal itu terjadi ketika individu berinteraksi dengan lingkungan dengan
lingkungan sosialnya. jadi kesiapan individu untuk belajar sangat bergantung
pada stimulus lingkungan yang sesuai serta bentuk bimbingan dari orang lain
yang berkompeten secara tepat, sehingga pembelajran menjadi lebih bermakna dan
terwujud perkembangan petensinya secara tepat.
C.
Teori Jhon Dewey dan Von
Graselfeld
Selain Piaget dan Vygosky tokoh lain teori belajar kontruktivisme adalah
Jhon Dewey dan Von Graselfeld.
Dalam hal ini seperti dikemukakan
oleh Robert B. Innes (2004:1) bahwa “Constructivist views of learning include a
range of theories that share the general perspective that knowledge is constructed
by learners rather than transmitted to learners. Most of these theories trace
their philosophical roots to John Dewey”.
Maksudnya adalah bahwa pandangan
penganut konstruktivisme mengenai belajar meliputi serangkaian teori yang
membagi perespektif umum bahwa pengetahuan dikonstruksi oleh pembelajar bukan
ditransfer ke pembelajar.
Kebanyakan dari teori seperti ini berakar dari filsafat Jhon Dewey. Dewey
menjelaskan bahwa manusia tidak selayaknya dibagi ke dalam dua bagian, satunya
emotional dan yang lainnya intelektual—yang satunya materi nyata, lainnya
imajinatif. Hakikat pembelajaran konstruktivistik adalah pengetahuan bersifat
non-objektif, bersifat temporer, selalu berubah, dan tidak menentu. Belajar
dilihat sebagai penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkrit, aktivitas
kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi.
Mengajar berarti menata lingkungan agar siswa termotivasi dalam menggali
makna. Atas dasar ini, maka siswa akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap
pengetahuan tergantung pada pengalaman dan perspektif yang digunakan dalam
menginterpretasikannya.
D.
Teori Santrock (2008)
Konstruktivisme adalah pendekatan untuk pembelajaran yang menekankan
bahwa individu akan belajar dengan baik apabila mereka secara aktif
mengkonstruksi pengetahuan dan pemahaman.Menurut Santrock (2008) salah satu
asumsi penting dari konstruktivistik sosial adalah situated cognition yaitu ide
bahwa pemikiran selalu ditempatkan (disituasikan) dalam konteks sosial dan
fisik, bukan dalam pikiran seseorang.
Konsep situated cognition menyatakan bahwa pengetahuan dilekatkan dan
dihubungkan pada konteks di mana pengetahuan tersebut dikembangkan. Jadi
idealnya, situasi pembelajaran diciptakan semirip mungkin dengan situasi dunia
nyata. Murid mengkonstruksi pengetahuan melalui interaksi sosial dengan orang
lain. Isi dari pengetahuan ini dipengaruhi oleh kultur dimana murid tinggal,
yang mencakup bahasa, keyakinan, dan keahlian/keterampilan. Selanjutnya murid
mengkonstruksi pengetahuan dengan mentrans-formasikan, mengorganisasikan, dan
mereorganisasikan pengetahuan dan informasi sebelumnya.
E.
Teori Poedjiadi (1999: 63)
ada tiga impikasi teori ini yaitu:
1. Tujuan pendidikan menurut teori belajar konstruktivisme adalah
menghasilkan individu atau anak yang memiliki kemampuan berfikir untuk
menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi.
2. Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi
situasi yang memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh
peserta didik.
3. Peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat
menemukan cara belajar yang sesuai bagi dirinya. Guru hanyalah berfungsi
sebagai mediator, fasilitator, dan teman yang membuat situasi yang kondusif
untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik.
F.
Teori Widodo, (2004)
Pendekatan konstruktivisme memandang bahwa penguatan keterampilan siswa
melalui sebuah praktik lapangan (magang) adalah dalam rangka menumbuhkan
kepuasan batin agar perasaan siswa terstimulasi secara positif. Konstruktivisme
merupakan langkah pendekatan dalam proses pembelajaran yang menekankan pada
upaya memberikan kesempatan seluasnya kepada siswa untuk bekerja sendiri dengan
menemukan sendiri hal-hal yang harus dipelajari dan selanjutnya dari penemuan
tersebut, maka siswa dapat membangun atau mengkonstruksi kemampuan dirinya
sehingga dapat menemukan hal-hal yang berguna bagi dirinya dan terus berusaha
untuk melahirkan ide-ide baru.
Lima unsur penting dalam
lingkungan pembelajaran yang konstruktivis, yaitu:
1. Memperhatikan dan memanfaatkan
pengetahuan siswa.
Kegiatan
pembelajaran ditujukan untuk membantu siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan.
Siswa didorong untuk mengkonstruksi pengetahuan baru dengan memanfaatkan
pengetahuan awal yang telah dimiliki.
2. Pengalaman belajar yang
autentik dan bermakna.
Segala kegiatan
yang dilakukan di dalam pembelajaran dirancang sedemikian rupa sehingga
bermakna bagi siswa. Oleh karena itu minat, sikap, dan kebutuhan belajar siswa
benar-benar dijadikan bahan pertimbangan dalam merancang dan melakukan
pembelajaran.
3. Adanya lingkungan sosial yang
kondusif.
Siswa diberi
kesempatan untuk bisa berinteraksi secara produktif dengan sesama siswa maupun
dengan guru. Selain itu juga ada kesempatan bagi siswa untuk bekerja dalam
berbagai konteks sosial.
4. Adanya dorongan agar siswa bisa
mandiri.
Siswa didorong
untuk bisa bertanggungjawab terhadap proses belajarnya. Oleh karena itu siswa
dilatih dan diberi kesempatan untuk melakukan refleksi dan mengatur kegiatan
belajarnya.
5. Adanya usaha untuk mengenalkan
siswa tentang dunia ilmiah.
Sains bukan
hanya produk (fakta, konsep, prinsip, teori), namun juga mencakup proses dan
sikap. Oleh karena itu pembelajaran sains juga harus bisa melatih dan
memperkenalkan siswa tentang kehidupan
ilmuwan.
G.
Teori Hanbury (1996: 3)
konstruktivisme adalah Siswa akan memiliki pemahaman yang berbeda
terhadap pengetahuan tergantung pada pengalaman, dan persepektif yang dipakai
dalam menginterpretasikannya
Mengemukakan
sejumlah aspek dalam kaitannya dengan pembelajaran yaitu:
a.
Siswa mengkonstruksi pengetahuan dengan
cara mengintegrasikan ide yang mereka miliki.
b.
Pembelajaran menjadi lebih bermakna
karena siswa mengerti.
c.
Strategi siswa lebih bernilai.
d.
Siswa mempunyai kesempatan untuk
berdiskusi dan saling bertukar pengalaman dan ilmu pengetahuan dengan temannya.
Dari beberapa pandangan diatas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang
mengacu kepada teori belajar konstruktivisme lebih memfokuskan pada kesuksesan
siswa dalam mengorganisasikan pengalaman mereka. Bukan kepatuhan siswa dalam
refleksi atas apa yang telah diperintahkan dan dilakukan oleh guru. Dengan kata
lain, siswa lebih diutamakan untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka
melalui asimilasi dan akomodasi.
H.
Teori Lebow dalam Hitipeuw (2009)
teori konstruktivistik adalah teori yang menyatakan bahwa peserta didik
secara individual harus menemukan dan mentransformasi informasi kompleks,
mengecek informasi yang baru terhadap aturan-aturan informasi yang lama, dan
merevisi aturan-aturan yang lama bila sudah tidak sesuai lagi. Penekanan teori
konstruktivisme pada proses untuk menemukan teori atau pengetahuan yang
dibangun dari realitas lapangan. Peran guru dalam pembelajaran menurut teori
ini adalah sebagai fasilitator atau moderator.
nilai-nilai
konstruktivistik yang utama adalah:
- Collaboration: apakah tugas-tugas pembelajaran
dicapai melalui kerjasama dengan komunitasnya atau tidak?
- Personal autonomy: apakah kepentingan pribadi
pembelajar menentukan kegiatan dan proses pembelajaran yang diterimanya?
- Generativity: apakah ada kemungkinan pembelajar
didorong untuk membangun dan menemukan sendiri prinsip-prinsip dan
didorong untuk mengelaborasi apa yang diterima?
- Reflectivity: apakah setelah pembelajaran selesai
misalnya, pembelajar bisa melihat manfaat dari apa yang telah
dipelajarinya dan apakah dia menemukan sesuatu yang bisa digunakan untuk
memperbaiki belajarnya sesuai dengan konteksnya?
- Active engagement: apakah setiap individu terlibat
secara aktif dalam belajar untuk membangun pemahamannya atau pembelajar
lebih pada menerima saja apa yang diberikan?
- Personal relevance: apakah pembelajar bisa melihat
keterkaitan dari apa yang dipelajarinya dengan kehidupannya sendiri?
- Pluralism: apakah pembelajarannya tidak menekankan
pada satu cara atau satu solusi? Apakah semua pendapat pribadi mendapat
tempat dalam dialog pembelajaran?
I.
Teori Tytler (1996 : 20)
Agar tercapainya Terdapat 6 hal yang berkaitan dengan rancangan
pembelajaran dalam upaya mengimplementasikan teori belajar kontruktivisme,
yaitu :
1.
Memberi kesempatan kepada siswa untuk
mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri.
2.
Memberi kesempatan kepada siswa untuk
berfikir tentang pengalamannya sehingga menjadi lebih kreatif dan imajinatif.
3.
Memberi kesempatan kepada siswa untuk
mencoba gagasan baru.
4.
Memberi pengalaman yang berhubungan
dengan gagasan yang telah dimiliki siswa.
5.
Mendorong siswa untuk memikirkan
perubahan gagasan mereka.
6.
Menciptakan lingkungan belajar yang
kondusif.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
teori konstruktivisme menjelaskan bahwa siswa harus menemukan dan
mentransformasikan informasi ke dalam situasi lain dan mendapatkan ke mereka
sendiri. Dengan dasar pembelajaran harus dikemas ke dalam proses membangun
pengetahuan daripada menerima. Sehingga siswa harus aktif dan kreatif dengan
berbagai masalah yang ada saja, sedangkan guru hanya sebagai panduan dan
fasilitator saja
Tujuan dari
konstruktivis sebagai berikut:
1. Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa
itu sendiri.
2. Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan
mendapatkan jawaban Anda sendiri.
3. Membantu siswa untuk mengembangkan wawasan dan pemahaman konsep secara
penuh.
4. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang independen.
5. Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana untuk mempelajarinya.
Proses Belajar Dalam Pandangan Konstruktivisme.
a. Proses pembelajaran
konstuktivisme.
b. Peran siswa.
c. Peran guru.
d. Belajar alat.
e. Evaluasi
B. Saran
Penulis banyak berharap para pembaca dapat
memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya
makalah ini dan dan penulisan makalah di kesempatan – kesempatan berikutnya.