Oleh: Ramadhan Fardiansyah
Idealis dan Realis, 2 kosakata ini sering kita dengar di dalam kehidupan sehari-hari, namun dari apa yang kita lihat di masyarakat Indonesia saat ini nampaknya Konsep Idealis mulai ditinggalkan dan dijauhi bahkan dari pengamatan saya, konsep idealis lebih sering mendapat "label negatif".
Saya sering mendengar orang mengatakan hal-hal negatif mengenai orang yang punya idealisme
tertentu. Entah itu mulai dari sindiran hingga secara terang-terangan
telah banyak ditujukkan kepada orang-orang yang mempunyai kesetiaan
tertentu terhadap ide yang mereka yakini benar.
Orang-orang
Indonesia, menganggap bahwa
idealisme adalah suatu konsep yang harus ditinggalkan jauh-jauh dalam
menjalankan hidup agar mendapatkan hidup yang baik. Benarkah itu?
Idealisme adalah suatu keyakinan atas suatu hal yang dianggap benar oleh individu yang bersangkutan dengan bersumber dari pengalaman, pendidikan, kultur budaya dan kebiasaan.
Idealisme tumbuh secara perlahan dalam jiwa seseorang, dan
termanifestasikan dalam bentuk perilaku, sikap, ide ataupun cara
berpikir.
Pengaruh
idealisme tidak hanya terbatas pada tingkat individu, tapi juga hingga
ke tingkat negara. Nilai-nilai idealisme yang mempengaruhi individu
contohnya adalah keyakinan mengenai pola hidup, nilai-nilai kebenaran,
gaya mengasuh anak, karir dan lain sebagainya. Sedangkan idealisme pada
tingkatan negara adalah seperti Ideologi Pancasila, komunisme, liberalism dan masih banyak lagi.
Sedangkan
realisme adalah suatu sikap/pola pikir yang mengikuti arus. Individu
yang realistis cenderung bersikap mengikuti lingkungannya dengan
mengabaikan beberapa/semua nilai kebenaran yang dia yakini. Sama dengan
idealisme, realisme tumbuh secara perlahan dalam jiwa dan pikiran
seseorang.
Realisme-pun
tidak hanya terbatas pada individu, tapi juga pada level-level diatasnya
hingga ke tingkat negara. Nilai-nilai realisme yang mempengaruhi
individu pada umumnya adalah hal-hal yang berkaitan dengan materi. Namun
tidak tertutup kemungkinan juga pada hal-hal lain seperti budaya
politik, norma reliji (sistem kepercayaan) dan banyak hal-hal lainnya.
Seperti yang
telah saya tuliskan di atas bahwa batasan tulisan ini hanya untuk
menjawab pernyataan kaum realis yang menganggap bahwa idealisme adalah
sampah kehidupan. Untuk menyederhanakan tulisan ini agar mudah ditangkap
oleh semua orang, saya akan menggunakan pendekatan perbandingan saja.
Idealisme pada dasarnya adalah perubahan, terlepas dari apakah perubahan itu baik atau buruk. Sebagai contoh idealisme positif, ingat ketika Martin Luther menentang
gereja Katolik Eropa? Banyak orang ketika itu mencemoohnya sebagai
orang yang idealis dengan menafikkan kenyataan-kenyataan di lapangan dan
keamanan hidupnya sendiri. Namun dengan kekuatan idealisme yang luar
biasa akhirnya Martin Luther mampu melahirkan gerakan reformasi (pada
masa itu) dan tetap bertahan hingga hari ini.
Untuk contoh buruknya, lihat idealisme yang dilakukan oleh Adolf Hitler.
Dengan keyakinannya atas buruknya kaum Yahudi dan Komunisme, dia bisa
menjadi penguasa Eropa dan membinasakan kaum Yahudi dan Komunis. Padahal
ketika zamannya ketika itu, korporasi Yahudi dan dominasi politik
komunis begitu kental dilingkungannya sehingga pada awal-awal
perjuangannya Hitler justru lebih banyak mendapat hinaan dan cemooh
ketimbang dukungan. Tentu saja contoh buruk ini jangan ditiru karena
justru merupakan kemunduran dalam peradaban manusia.
Sebutlah semua pemimpin besar dunia: Mahatma Gandhi, Mother Teressa, Aung an su kyi, Che Guevara, Julius Caesar, Plato, Socrates, Soekarno, Soe Hok Gie
dan masih banyak pemimpin besar dunia atau tokoh lainnya yang penuh dengan
idealisme-idealismenya walaupun kadang hal itu menjadi faktor utama
berakhirnya hidup mereka.
Socrates contohnya: dia bersikukuh bahwa pemerintahan demokrasi Athena pada
kala itu adalah pemerintah yang busuk dan korup. Walaupun banyak
kerabatnya dan murid-muridnya yang membujuknya agar tidak terlalu
idealis dengan keyakinannya karena akan membahayakan nyawanya, dia tetap
saja lantang menentang demokrasi Athena. Walhasil, senat Athena
memerintahkannya menenggak racun sebagai bentuk hukuman mati atas
penghinaannya kepada senat, dan matilah Socrates dalam memperjuangkan
idealismenya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar